Bagaikan
oase di padang pasir. Rumah-rumah perawatan kecantikan, salon-salon kecantikan
dan segala jenis klinik perawatan
berlabel kecantikan menjadi tempat kerumunan para wanita yang haus akan kecantikan
masa kini. Rumah kecantikanpun mulai menjamur di berbagai tempat, baik yang
berkelas, menengah maupun abal-abal. Dengan
atau tanpa dokter spesialis kulit, tetap saja menjadi primadona wanita. Wabah
ini merebak bukan saja pada kalangan remaja, wanita dewasa yang notabennya
memiliki kadar umur yang sudah tinggi alias tua juga mengalami wabah ini.
Bertahap atau instant bagaikan dua sisi mata uang yang diperadukan dalam tos,
menjadi pilihan para cantikers yang
menghambakan pada penampilan. Berbagai paket pilihan dijajakan para pekerja
dengan gaya dan berbagai variasi harga.
Harga berarti masalah
Paket special dan paket-paket lain yang tertera pada daftar menu
perawatan untuk kulit terpampang nyata
bagaikan menu-menu pengenyang perut ala makanan asing yang memiliki variasi
harga yang membuat penyakit kanker
(kantong kering) langsung menyerang. Berpijak pada satuan harga berbagai paket
kecantikan yang ditawarkan, langsung membidik pada kekuatan kantong para
wanita. Wanita dengan kekuatan ekonomi rendah tidak mungkin memilih paket
berkelas yang mungkin saja memiliki mekanisme instant dalam menangani masalah
penampilan yang dialami cantikers.
Bahkan untuk mendatangi salon berkelas dengan penanganan dokter spesialis
kecantikan maupun spesialis kulit saja mereka, wanita berkekuatan ekonomi
rendah, enggan.
Hal
ini menjadikan mereka mencari alternatif lain dengan mendatangi rumah perawatan
abal-abal yang menawarkan harga
ekstra standar untuk mengutamakan penampilan. Tentu saja dengan menu-menu yang
sama tetapi dengan harga yang berbeda, pastilah ada sesuai bahan ramuan yang
dikurangi ataupun tidak sesuai takaran atau bahkan menggunakan bahan lain yang bukan
pada faknya tetapi memiliki kemiripan fungsi. Mungkin dalam pemikiran wanita
bermodal standar, hal ini adalah solusi yang brilliant untuk menyamakan penampilan wanita berkelas, toh mereka
juga pasti bisa berkilah ketika ditanyai tempat perawatan, karena hasil yang
terpampang pada penampilan mereka serupa.
Solusi
yang dianggap brilliant ini justru
awal mula dari sumber masalah baru bagi cantikers.
Tidak memahami komposisi ataupun merk produk yang digunakan untuk perawatan,
masalah penting yang terlupakan karena hasrat sudah di atas garis normal. Bukan
hanya masalah apa jenis produk yang dipakai, masalah tidak adanya tanggung
jawab terhadap kegagalan perawatanpun diabaikan. Padahal tingkat kecocokan
kulit manusia dalam menerima menu-menu perawatan berbeda. Iritasi adalah dampak
yang muncul dan menjadi masalah baru yang kedepannya pasti memunculkan masalah-masalah
tambahan lainnya. Misalnya saja pada kasus pemancungan hidung di klinik abal-abal yang tidak ditangani oleh
dokter ahli, hidung yang seharusnya mancung seperti pada iming-iming sang ahli abal-abal
dan angan-angan cantikers ternyata
nihil hasilnya, hidung membesar bagaikan hidung badut. Tidak ada tanggung jawab
bukan? Ketika Cantikers menanyakan soal kesalahan praktik, ahli abal-abal tidak memberi jawaban bahkan
menghindar.
Lain
lagi dengan masalah perawatan wajah, cara praktis yang tidak didapat dari daftar menu paket
klinik kecantikan dengan dokter ahli mewabah bagaikan spora jamur yang tumbuh
dimana-mana. Obat-obat berlebel pemutih tersebar di berbagai toko, warung
bahkan lapak-lapak kaki lima pasar tradisional. Cantikers bermodal standar akan memilih memakai obat praktis yang
buram asal-usulnya dan bahan kandungannya diabaikan dengan tegasnya, ini
dikarenakan faktor ekonomi yang berbeda. Bahan berbahaya yang sudah terkenal
seperti jenis merkuri yang keberadaannya dalam obat praktis tersebut serasa
tidak dipertanyakan. Memakai obat pemutih yang terkontaminasi merkuri dapat
mengakibatkan warna kulit berubah, misalnya kulit menjadi bintik-bintik juga dapat
menimbulkan iritasi lainnya. Jika memakai dalam jangka waktu yang panjang,
merkuri ini bisa mengakibatkan si pemakai mengalami kanker kulit yang berujung pada
kematian. Menyeramkan.
Terlihat
putih, memang. Kerja dari merkuri adalah menghambat proses pembentukan pigmen
warna yang dilakukan oleh enzim tiroksinase sehingga kulit tampak lebih putih. Berhenti
memakai produk pemutih yang sudah wajar terkontaminasi merkuri ternyata juga
membahayakan, karena merkuri ini juga memiliki efek candu bagi pemakainya. Jika
pemakaian terhenti, maka akan menunjukkan tanda-tanda kulit memburuk. Kulit
yang semula putih akan kusam bahkan keadaannya bisa lebih parah dari keadaan
awal ketika belum memakai obat tersebut. Hal yang paling membahayakan adalah
ketika wanita yang sedang mengalami proses kehamilan, karena pengguna obat
pemutih buram asal-usul bukan hanya kalangan remaja yang dengan dunia eksisnya dan dunia keababilannya, merkuri ini
dapat membahayakan janin dan bayinya. Merkuri (Hg) dapat menembus plasenta atau
alat masuknya sari-sari makanan dari ibu ke bayi yang masih berada dalam
kandungan, selain itu juga ASI ibu yang memakai obat pemutih buram asal-usul
yang mengandung merkuri juga ikut terkontaminasi racun ini.
Dengan
resiko yang mengerikan, akan lebih bijak lagi jika cantikers seharusnya lebih cermat dalam menggunakan obat pemutih ataupun obat-obatan
penunjang kecantikan lainnya. Disinilah letak kelemahan sistem hukum dan
pengawasan obat-obatan dan makanan di Indonesia. Bagaimana tidak lemah,
terbukti masih dengan mudah menemukan obat-obatan berbahan bahaya yang
ditemukan bahkan tersebar di seluruh penjuru lapak-lapak perdagangan. Kinerja
dari BPOM dan badan penegakan hukum mulai dipertanyakan. Kemana saja mereka
dalam menangani masalah pendistribusian obat-obat buram asal-usul ngawur ramu. Tidak bisakah para
antek-antek penegak hukum menciduk oknum-oknum yang tidak sadar pikir ini.
Bahkan
mereka tidak bisa menekan pertumbuhan kreator-kreatornya, malah semakin
menjamur. Jika pun ditemukan para kreator usil obat buram asal-usul ini, malah
semakin membantu menumbuhkan kreasi otak para duniawis lainnya.Dengan bantuan
media massa, televisi mempertontonkan cara kretaor tersebut bekerja, justru ini memicu otak busuk calon kreator
bekerja. Penayangan dianggap solusi untuk penyadaran kepada masyarakat, tapi
justru dijadikan wahana ilmu gratis. Miris.
Akibat strata harga
Manusia mempunyai hak yang sama,
memiliki keinginan yang sama, memiliki rasa “gengsi” yang relatif sama juga. Jika
dilihat pada sifat dasar manusia, lazim jika manusia mempunyai rasa iri terhadap
manusia lainnya. Hal ini tidak rekayasa, lihat saja pada diri anda jika teman
anda memiliki benda yang terbilang baru pasti anda juga memiliki hasrat
memiliki benda tersebut, ini contoh nyata jika manusia mempunyai hasrat dan
rasa iri yang tinggi.
Penampilan
seseorang berpondasikan pada seberapa kuatnya keuangan mereka. Keuangan tipis,
tidak mungkin berpenampilan eksis. Berbeda
dengan kalangan high class yang
dengan mudah mencukupi kebutuhan akan
penampilan. Perbedaan kekuatan ekonomi ini sangat sensitif dengan timbulnya
kecemburuan sosial. Meskipun hanya karena masalah harga baju, bisa merembet
pada persoalan yang penuntasannya rumit. Timbul rasa dengki dan sirik terhadap
hasil penampilan orang lain, dari sinilah penyakit hati mulai berjangkit. Bagi
kaum hawa yang tidak terlalu memikirkan penampilan, kesederhanaan adalah
kelaziman, tetapi tidak pada pribadi wanita yang mempunyai hasrat eksis tinggi mungkin ketidakadanya
biaya yang cukup tentu mempersulit langkahnya. Dari penyakit hati taraf iri,
kini mulai memasuki babak memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan
penampilannya. Hal ini juga yang memicu wanita yang tak tahan dengan godaan
zaman menjadi semakin buas.
Bahkan
tidak sedikit dari mereka menggunakan cara kotor untuk alat pemuasan kebutuhan
mereka. Kriminalitas seperti pencurian maupun penjarahan dan pekerja seks
komersial adalah segelintir contoh perbuatan asusila demi pemenuhan kebutuhan
akan gaya hidup. Perbedaaan penampilan juga dapat menimbulkan kesenjangan
sosial, para wanita yang berkelas tinggi biasanya enggan berteman dengan wanita
yang penampilannya biasa-biasa saja. Bahkan mereka cenderung membentuk gank-gank atau kelompok-kelompok
sosialita yang mempunyai gaya hidup yang sejalan.
Sebegitu
mudahnya membagi strata hanya karena gaya hidup dan penampilan. Bukankah kita
tak lagi hidup pada zaman hindu-budha, zaman kerajaan dan zaman penjajahan.
Jangan tergerus akan pola komsumtif yang
lebay, semakin anda geluti dunia fashionista
maka rasa candu akan menggumuli. Semakin anda menghambakan pada penampilan,
maka akan dibudakkan anda. Zaman memang semakin berkembang, nikmatilah dan
jalanilah dengan irama yang sesuai. Jangan menambah takaran yang tidak sesuai,
karena pada sejatinya Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar