Jumat, 04 Oktober 2013

WABAH SULAP PENAMPILAN



Bagaikan oase di padang pasir. Rumah-rumah perawatan kecantikan, salon-salon kecantikan dan segala jenis klinik  perawatan berlabel kecantikan menjadi tempat kerumunan para wanita yang haus akan kecantikan masa kini. Rumah kecantikanpun mulai menjamur di berbagai tempat, baik yang berkelas, menengah maupun abal-abal. Dengan atau tanpa dokter spesialis kulit, tetap saja menjadi primadona wanita. Wabah ini merebak bukan saja pada kalangan remaja, wanita dewasa yang notabennya memiliki kadar umur yang sudah tinggi alias tua juga mengalami wabah ini. Bertahap atau instant bagaikan dua sisi mata uang yang diperadukan dalam tos, menjadi pilihan para cantikers yang menghambakan pada penampilan. Berbagai paket pilihan dijajakan para pekerja dengan gaya dan berbagai variasi harga.
Harga berarti masalah
            Paket special dan paket-paket lain yang tertera pada daftar menu perawatan  untuk kulit terpampang nyata bagaikan menu-menu pengenyang perut ala makanan asing yang memiliki variasi harga yang membuat penyakit kanker (kantong kering) langsung menyerang. Berpijak pada satuan harga berbagai paket kecantikan yang ditawarkan, langsung membidik pada kekuatan kantong para wanita. Wanita dengan kekuatan ekonomi rendah tidak mungkin memilih paket berkelas yang mungkin saja memiliki mekanisme instant dalam menangani masalah penampilan yang dialami cantikers. Bahkan untuk mendatangi salon berkelas dengan penanganan dokter spesialis kecantikan maupun spesialis kulit saja mereka, wanita berkekuatan ekonomi rendah, enggan.
Hal ini menjadikan mereka mencari alternatif lain dengan mendatangi rumah perawatan abal-abal yang menawarkan harga ekstra standar untuk mengutamakan penampilan. Tentu saja dengan menu-menu yang sama tetapi dengan harga yang berbeda, pastilah ada sesuai bahan ramuan yang dikurangi ataupun tidak sesuai takaran atau bahkan menggunakan bahan lain yang bukan pada faknya tetapi memiliki kemiripan fungsi. Mungkin dalam pemikiran wanita bermodal standar, hal ini adalah solusi yang brilliant untuk menyamakan penampilan wanita berkelas, toh mereka juga pasti bisa berkilah ketika ditanyai tempat perawatan, karena hasil yang terpampang pada penampilan mereka serupa.
Solusi yang dianggap brilliant ini justru awal mula dari sumber masalah baru bagi cantikers. Tidak memahami komposisi ataupun merk produk yang digunakan untuk perawatan, masalah penting yang terlupakan karena hasrat sudah di atas garis normal. Bukan hanya masalah apa jenis produk yang dipakai, masalah tidak adanya tanggung jawab terhadap kegagalan perawatanpun diabaikan. Padahal tingkat kecocokan kulit manusia dalam menerima menu-menu perawatan berbeda. Iritasi adalah dampak yang muncul dan menjadi masalah baru yang kedepannya pasti memunculkan masalah-masalah tambahan lainnya. Misalnya saja pada kasus pemancungan hidung di klinik abal-abal yang tidak ditangani oleh dokter ahli, hidung yang seharusnya mancung seperti pada iming-iming sang ahli abal-abal dan angan-angan cantikers ternyata nihil hasilnya, hidung membesar bagaikan hidung badut. Tidak ada tanggung jawab bukan? Ketika Cantikers menanyakan soal kesalahan praktik, ahli abal-abal tidak memberi jawaban bahkan menghindar.
Lain lagi dengan masalah perawatan wajah, cara praktis  yang tidak didapat dari daftar menu paket klinik kecantikan dengan dokter ahli mewabah bagaikan spora jamur yang tumbuh dimana-mana. Obat-obat berlebel pemutih tersebar di berbagai toko, warung bahkan lapak-lapak kaki lima pasar tradisional. Cantikers bermodal standar akan memilih memakai obat praktis yang buram asal-usulnya dan bahan kandungannya diabaikan dengan tegasnya, ini dikarenakan faktor ekonomi yang berbeda. Bahan berbahaya yang sudah terkenal seperti jenis merkuri yang keberadaannya dalam obat praktis tersebut serasa tidak dipertanyakan. Memakai obat pemutih yang terkontaminasi merkuri dapat mengakibatkan warna kulit berubah, misalnya kulit menjadi bintik-bintik juga dapat menimbulkan iritasi lainnya. Jika memakai dalam jangka waktu yang panjang, merkuri ini bisa mengakibatkan si pemakai mengalami kanker kulit yang berujung pada kematian. Menyeramkan.
Terlihat putih, memang. Kerja dari merkuri adalah menghambat proses pembentukan pigmen warna yang dilakukan oleh enzim tiroksinase sehingga kulit tampak lebih putih. Berhenti memakai produk pemutih yang sudah wajar terkontaminasi merkuri ternyata juga membahayakan, karena merkuri ini juga memiliki efek candu bagi pemakainya. Jika pemakaian terhenti, maka akan menunjukkan tanda-tanda kulit memburuk. Kulit yang semula putih akan kusam bahkan keadaannya bisa lebih parah dari keadaan awal ketika belum memakai obat tersebut. Hal yang paling membahayakan adalah ketika wanita yang sedang mengalami proses kehamilan, karena pengguna obat pemutih buram asal-usul bukan hanya kalangan remaja yang dengan dunia eksisnya dan dunia keababilannya,  merkuri ini dapat membahayakan janin dan bayinya. Merkuri (Hg) dapat menembus plasenta atau alat masuknya sari-sari makanan dari ibu ke bayi yang masih berada dalam kandungan, selain itu juga ASI ibu yang memakai obat pemutih buram asal-usul yang mengandung merkuri juga ikut terkontaminasi racun ini.
Dengan resiko yang mengerikan, akan lebih bijak lagi jika cantikers seharusnya lebih cermat dalam  menggunakan obat pemutih ataupun obat-obatan penunjang kecantikan lainnya. Disinilah letak kelemahan sistem hukum dan pengawasan obat-obatan dan makanan di Indonesia. Bagaimana tidak lemah, terbukti masih dengan mudah menemukan obat-obatan berbahan bahaya yang ditemukan bahkan tersebar di seluruh penjuru lapak-lapak perdagangan. Kinerja dari BPOM dan badan penegakan hukum mulai dipertanyakan. Kemana saja mereka dalam menangani masalah pendistribusian obat-obat buram asal-usul ngawur ramu. Tidak bisakah para antek-antek penegak hukum menciduk oknum-oknum yang tidak sadar pikir ini.
Bahkan mereka tidak bisa menekan pertumbuhan kreator-kreatornya, malah semakin menjamur. Jika pun ditemukan para kreator usil obat buram asal-usul ini, malah semakin membantu menumbuhkan kreasi otak para duniawis lainnya.Dengan bantuan media massa, televisi mempertontonkan cara kretaor tersebut bekerja,  justru ini memicu otak busuk calon kreator bekerja. Penayangan dianggap solusi untuk penyadaran kepada masyarakat, tapi justru dijadikan wahana ilmu gratis. Miris.
Akibat strata harga
            Manusia mempunyai hak yang sama, memiliki keinginan yang sama, memiliki rasa “gengsi” yang relatif sama juga. Jika dilihat pada sifat dasar manusia, lazim jika manusia mempunyai rasa iri terhadap manusia lainnya. Hal ini tidak rekayasa, lihat saja pada diri anda jika teman anda memiliki benda yang terbilang baru pasti anda juga memiliki hasrat memiliki benda tersebut, ini contoh nyata jika manusia mempunyai hasrat dan rasa iri yang tinggi.
Penampilan seseorang berpondasikan pada seberapa kuatnya keuangan mereka. Keuangan tipis, tidak mungkin berpenampilan eksis. Berbeda dengan kalangan high class yang dengan mudah mencukupi  kebutuhan akan penampilan. Perbedaan kekuatan ekonomi ini sangat sensitif dengan timbulnya kecemburuan sosial. Meskipun hanya karena masalah harga baju, bisa merembet pada persoalan yang penuntasannya rumit. Timbul rasa dengki dan sirik terhadap hasil penampilan orang lain, dari sinilah penyakit hati mulai berjangkit. Bagi kaum hawa yang tidak terlalu memikirkan penampilan, kesederhanaan adalah kelaziman, tetapi tidak pada pribadi wanita yang mempunyai hasrat eksis tinggi mungkin ketidakadanya biaya yang cukup tentu mempersulit langkahnya. Dari penyakit hati taraf iri, kini mulai memasuki babak memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan penampilannya. Hal ini juga yang memicu wanita yang tak tahan dengan godaan zaman menjadi semakin buas.
Bahkan tidak sedikit dari mereka menggunakan cara kotor untuk alat pemuasan kebutuhan mereka. Kriminalitas seperti pencurian maupun penjarahan dan pekerja seks komersial adalah segelintir contoh perbuatan asusila demi pemenuhan kebutuhan akan gaya hidup. Perbedaaan penampilan juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial, para wanita yang berkelas tinggi biasanya enggan berteman dengan wanita yang penampilannya biasa-biasa saja. Bahkan mereka cenderung membentuk gank-gank atau kelompok-kelompok sosialita yang mempunyai gaya hidup yang sejalan.

Sebegitu mudahnya membagi strata hanya karena gaya hidup dan penampilan. Bukankah kita tak lagi hidup pada zaman hindu-budha, zaman kerajaan dan zaman penjajahan. Jangan tergerus akan pola komsumtif yang lebay, semakin anda geluti dunia fashionista maka rasa candu akan menggumuli. Semakin anda menghambakan pada penampilan, maka akan dibudakkan anda. Zaman memang semakin berkembang, nikmatilah dan jalanilah dengan irama yang sesuai. Jangan menambah takaran yang tidak sesuai, karena pada sejatinya Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar